Penyelenggaraan Sertifikasi Halal di Indonesia memasuki babak baru. Bersamaan ulang tahun ke-4 Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, 17 Oktober 2021, mulai hari ini diberlakukan tahap kedua kewajiban bersertifikat halal.
Kewajiban bersertifikat halal oleh BPJPH mulai diberlakukan
sejak 17 Oktober 2019. Pada tahap pertama, kewajiban ini diberlakukan untuk
produk makanan, minuman, serta hasil dan jasa sembelihan. Hal tersebut
sekaligus menandai dimulainya era baru sertifikasi halal di Indonesia sebagai
amanah Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal yang
mengatur bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah
Indonesia wajib bersertifikat halal.
Sertifikasi halal sejak itu dilaksanakan oleh BPJPH sebagai
leading sector secara administratif dengan melibatkan Lembaga Pemeriksa Halal
(LPH) yang berwenang dalam pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk,
serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan fatwa kehalalan produk.
Pada tahap pertama, BPJPH telah mensertifikasi 27.188 produk
pelaku usaha. "Capaian ini perlu diapresiasi. Namun, BPJPH Kemenag juga
perlu terus bertransformasi, mengingat sasaran jumlah pelaku usaha lebih dari
65,5 juta dan kewajiban bersertifikat halal terus berlanjut," pesan Menag
Yaqut di Jakarta, Minggu (17/10/2021).
Sejumlah upaya dan terobosan, kata Menag, harus terus
dilakukan, salah satunya melalui program sertifikasi halal gratis (Sehati) bagi
pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Program Sehati merupakan wujud dukungan dan
perhatian pemerintah kepada pelaku UMK, yang diwujudkan dalam bentuk fasilitasi
pembiayaan sertifikasi halal, baik itu bersumber dari pemerintah pusat,
kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, ataupun dukungan sektor swasta yang
sama-sama memiliki komitmen bersama mendukung ketersediaan produk halal bagi
pasar dalam negeri maupun pasar global.
"Kemenag mengapresiasi para pelaku usaha, satgas halal
provinsi, perguruan tinggi dan seluruh stakeholders yang berkomitmen penuh
dalam mewujudkan Jaminan Produk Halal menuju Halal Indonesia untuk Masyarakat
Dunia," ucapnya.
Tahap Kedua
Untuk tahap kedua, kewajiban bersertifikat halal akan mulai
diberlakukan juga bagi produk obat-obatan, kosmetik dan barang gunaan. Ini
sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
"Tahap kedua ini dilaksanakan mulai 17 Oktober 2021 sampai dengan yang terdekat 17 Oktober 2026," terang Menag.
Menurutnya, penahapan ini
bertujuan agar kewajiban bersertifikat halal bagi produk sebagaimana ditetapkan
regulasi, terlaksana dengan baik dan menghindari potensi kesulitan, khususnya
bagi pelaku usaha dalam menjaga keberlangsungan dan pengembangan usahanya.
"Cakupan produk dalam Jaminan Produk Halal sangatlah luas, meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Kebijakan penahapan ini suatu keniscayaan dalam implementasi mandatory sertifikasi halal," tegas Menag.
Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad
Aqil Irham menambahkan, penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi jenis
produk secara lebih rinci diatur di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021. Pasal 139
misalnya, mengatur bahwa kewajiban bersertifikat halal bagi jenis produk
dilakukan secara bertahap. Penahapan untuk pertama kali terdiri atas (a) produk
makanan dan minuman; (b) bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong
untuk produk makanan dan minuman; dan (c) hasil sembelihan dan jasa
penyembelihan.
Pasal 140 mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai sejak 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024.
Tahap kedua kewajiban
bersertifikat halal diatur dalam Pasal 141 PP Nomor 39 Tahun 2021. Penahapan
kedua kewajiban bersertifikat halal ini mencakup jenis produk:
a) obat tradisional, obat kuasi,
dan suplemen kesehatan (sampai 17 Oktober 2026);
b) obat bebas dan obat bebas
terbatas (sampai 17 Oktober 2029);
c) obat keras dikecualikan
psikotropika (sampai 17 Oktober 2034);
d) kosmetik, produk kimiawi, dan
produk rekayasa genetik (sampai 17 Oktober 2026);
e) barang gunaan yang dipakai
kategori sandang, penutup kepala, dan aksesoris (sampai 17 Oktober 2026);
f) barang gunaan yang digunakan
kategori perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga,
perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, alat tulis, dan perlengkapan kantor
(sampai 17 Oktober 2026);
g) barang gunaan yang
dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko A sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, (sampai 17 Oktober 2026);
h) barang gunaan yang
dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko B sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (sampai 17 Oktober 2029);
i) barang gunaan yang
dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko C sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, (sampai dengan tanggal 17 Oktober 2034); dan
j) produk berupa obat, produk biologi, dan alat kesehatan yang bahan bakunya belum bersumber dari bahan halal dan/atau cara pembuatannya belum halal, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perutndang-undangan.
"Di hari lahir BPJPH ini, saya mengajak semua pihak, baik kementerian/ lembaga, pemda, pelaku usaha, perguruan tinggi, ormas, dan seluruh lapisan masyarakat untuk menyambut penahapan kedua kewajiban bersertifikat halal ini dengan komitmen bersama untuk terus bersinergi mendukung suksesnya penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia, dengan semboyan Ikhlas Beramal, Kerja Profesional, Hasil Maksimal," pungkas Aqil Irham.
Post a Comment for "WAJIB BERSERTIFIKAT HALAL, OBAT KOSMETIK, DAN BARANG GUNAAN"